Minggu, 04 Maret 2012

MASA PEMBUANGAN BABILONIA
 
 
   Masa pembuangan yang terjadi kepada bangsa Israel dan Yehuda sangat menarik untuk dibahas, karena dapat melihat betapa besarnya Anugerah Allah. Karena sebagai bangsa pilihan Allah yang mendapatkan hak istimewa dari Allah, mereka harus merasakan susahnya menjadi bangsa buangan. Tidak hanya itu saja, pembuangan ini pun terjadi dalam beberapa tahap dan  oleh beberapa bangsa. Pertama oleh bangsa Asyur khususnya Kerajaan Utara yaitu Israel. Kedua, oleh bangsa Babilonia terhadap kaum Yehuda dan Israel.

 Latar belakang yang dimaksudkan di sini adalah ketika bangsa Israel sebelum masuk dalam masa pembuangan. Mereka mempunya sifat yang tegar tengkuk kepada  Allah, mereka sujud menyembah kepada ilah-ilah lain  (2 Tawarikh 36:11-21).
Israel tadinya adalah suatu kesatuan yang utuh tetapi mereka menjadi terpecah karena kekerasan hati mereka (1Raja-raja 12:1-24), sehingga Tuhan Allah menghukum mereka dengan memecahkan bangsa yang tadinya utuh itu menjadi dua kerajaan. Yaitu, bagian Utara dan Selatan. Kerajaan Utara ialah Israel dan Selatan ialah Yehuda. Yang pertama masuk dalam pembuangan ialah Israel oleh bangsa Asyur tetapi seiring berjalannya waktu bangsa Asyur ini dapat dikuasai oleh Babilonia adapun penyebab-penyebabnya yang pertama adalah luasnya wilayah yang berhasil dikuasai oleh bangsa Asyur terlalu luas sehingga Asyur tidak sanggup meng-handle semua wilayah, dan yang kedua adalah adanya pemberontakan bangsa Babilonia yang tidak dapat dihadapi oleh bangsa Asyur itu sendiri di sini kami bisa mengetahui bahwa Babilonia terlebih dahulu dikuasai oleh Asyur.


    Adapun bangsa Israel itu sendiri jatuh ke tangan Asyur disebabkan oleh adanya Rutinisme dan Sinkretisme.  Rutinisme adalah adanya pembiasaan kegiatan dalam melakukan ritual ibadah. Sehingga menghilangkan esensi dari ibadah itu sendiri. Sedangkan Sinkretisme adalah pencampur adukan antara ajaran ALLAH dengan budaya setempat yang tentunya berlawanan. Maka dengan adanya hal ini mereka masuk dalam pembuangan Babel.

 Keadaan bangsa Israel dan Yehuda pada masa Pembuangan Babel
    Pembuangan yang dilakukan oleh Babel terjadi dalam tiga tahap yaitu:
Tahapan pertama
    Karena pada mulanya kerajaan Israel termasuk dalam wilayah kekuasaan Asyur tetapi kemudian bangsa Asyur itu sendiri dikuasai oleh Babilonia pada tahun 612 S.M.  Sehingga secara otomatis bangsa Israel atau Kerajaan Utara masuk dalam jajahan Babilonia. Dan dibuang bersama bangsa Asyur. Dalam pembuangan pertama ini Daniel bersama teman-temanya ikut dalam pembuangan.
Tahapan kedua
    Pembuangan tahap kedua ini terjadi pada tahun 597 S.M.  (2 Raja-raja 24:10-17) dan termasuk diantaranya adalah Raja Yoyakhin dan Yehezkiel. Dan lebih menarik lagi pada tahap ini yaitu munculnya Yudaisme dimana ada sebagaian orang yang kembali kepada Tuhan dan nabi Yehezkiel mendapatkan julukan sebagai “Bapa Yudaisme”.
Tahapan ketiga
    Pembuangan tahap ketiga merupakan rombongan kedua dari Yehuda terjadi pada tahun 587 S.M.  pembuangan ini ditandai dengan runtuhnya Yerusalem. Raja Zedekia  pun ikut dalam pembuangan pada tahap ketiga ini. 


    Seluruh jumlah orang buangan rupanya tidak lebih dari 20.000 sampai 30.000 orang (2 Raja-raja 24:10-17). Tetapi karena orang yang dibuang ini terdiri dari lapisan atas (pegawai, militer, imam, tukang besi) dan karena banyak orang yang sudah tewas  dalam perang sebelumnya, akibat pembuangan ini membawa dampak yang sangat buruk bagi bangsa Yehuda. Pembuangan ini dimaksudkan untuk melumpuhkan suatu bangsa, sehingga bangsa itu tidak dapat memberontak lagi. 


Keadaan Bangsa Yehuda agak mirip dengan sekelompok transmigran karena mereka memperoleh kemudahan-kemudahan dari pemerintah Babilonia, hal ini terbukti dengan mereka di perbolehkan mengatur hidupnya sendiri dan tidak diperlakukan sebagai layaknya orang buangan. Tetapi ada juga orang-orang buangan yang dipenjarakan dan ada juga yang dijadikan budak. Hal ini merupakan kebijakan dari raja Babel yang hanya memilih orang-orang yang sekiranya dapat menguntungkan bangsanya. Misalnya, dari orang-orang yang merupakan keturunan Raja, dan cendekiawan yang nantinya mereka di suruh belajar bahasa orang Kasdim setelah itu mereka harus bekerja untuk raja (Daniel 1:3-5). Mereka juga dengan cepat dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru.


    Tetapi mengenai kegiatan rohani, mereka tidak mendapatkan kebebasan dalam melakukan setiap ritual keibadatan mereka layaknya di Yerusalem. Hal ini terjadi karena tidak ada lagi suatu tempat yang khusus untuk melakukan peribadatan tersebut sehingga mereka berupaya untuk menciptakan cara peribadahan yang baru dengan ketaatan yang baru. 


Aspek Teologis
    Karena ketidaktaatan yang dilakukan oleh Bangsa Israel maka Allah menghukum mereka dengan cara yang menyakitkan di hati bangsa Israel. Tetapi providensi Allah tak luput menyertai mereka dengan adanya nabi yang di utus sebagai orang yang terus menyuarakan suara Tuhan untuk kembali ke jalan yang benar. Tuhan tetap setia di tengah-tengah ketidaksetiaan bangsa Israel. Disini dapat dilihat bahwa penghukuman sebagai tanda kasih Allah kepada umatNya. Rencana Tuhan sangat jauh dari dugaan kita sebagai manusia, kita sebagai manusia terkadang menilai segala sesuatu yang Tuhan lakukan itu tidak adil dan bahkan sangatlah kejam seolah-olah Allah tidak menyayangi kita. Seperti kita lihat dalam peristiwa pembuangan ini bangsa Israel dan Yehuda di hukum oleh Tuhan dengan menggunakan bangsa Kafir sebagai alat yang dilakukan Tuhan untuk konsekuensi yang telah dilakukan oleh bangsa Israel dan Yehuda.

Kesimpulan
      Kalimat yang dapat menggambarkan pembuangan Babilonia ini adalah "providensi Allah dalam kesengsaraan". Allah senantiasa menyertai umatNya meskipun para umatNya tidaklah mengindahkan tuntunan Tuhan. Tuhan mendidik mereka dengan berbagai cara yang tidak dapat kita mengerti. Namun dibalik semuanya ini ada tujuan Allah bagi mereka. Yaitu untuk menyadarkan mereka dari apa yang telah dilakukan mereka supaya kembali kepada Tuhan. Kasih Allah sangat jelas terasa ketika para nabi menyuarakan suara Tuhan. 


    Seperti pemaparan di atas bahwa Allah senantiasa menyertai umatNya yang meskipun jalan yang dilalui itu tidak seperti yang diharapkan. Tetapi, Tuhan selalu mempunyai tujuan yang baik bagi umatNya. Jadi kita semestinya harus bisa bersikap dewasa dan selalu mengandalkan Tuhan dalam setiap hal. Karena kita tahu bahwa setiap hal yang terjadi dalam setiap kehidupan kita itu adalah atas ijin Tuhan yang harus kita alami dan itu dijadikan sebagai didikan untuk mendewasakan iman kita. Sehingga kita bisa menjadi anak-anak Allah yang serupa dengan Dia.

DAFTAR PUSTAKA

Hinson, David F. Sejarah Israel pada Zaman Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia,1991.
Sagala, Herlise Y. “Diktat Studi PL: Kitab Nabi-nabi”. Bandung:STTB,2011.
Suharyo, I. Pengantar Kitab Suci Perjanjian lama. Yogyakarta: Kanisius,2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

masukan komentar anda di sini...