Senin, 06 Februari 2012

SIGNIFIKANSI TELEOLOGIS DALAM MENENTUKAN ARAH PELAYANAN ANAK DAN PENGASUH ANAK

Sadar atau tidak, kehidupan ini sering menanyakan tentang apa yang menjadi tujuan, apa makna teleologis di dalam menentukan sesuatu hal, yang kemudian akan menentukan apa yang akan dilakukan atau metode apa yang akan di kerjakan sehingga dengan metode tersebut dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan dengan tujuan tersebut maka akan ada evaluasi apakah metode yang dipakai telah sesuai dengan tujuan semula? Demikian juga di dalam pelayanan anak, dimana tujuan tersebut akan menentukan langkah apa yang akan di ambil di dalam pelayanan anak, dan menjadi sangat perlu adanya tujuan yang benar-benar sesuai dengan Firman Allah.

Adapun alasan pentingnya pelayanan terhadap anak-anak itu karena anak-anak juga manusia, yang sama seperti halnya dengan orang-orang yang sudah dewasa, yang mempunyai tujuan Allah di dalam hidupnya, sebab anak-anak juga merupakan ciptaan Allah, sehingga Allah sendirilah yang telah menentukan tujuan hidupnya, namun tujuan Allah ini bukan berarti bahwa si anak akan menemukan tujuannya sendiri tanpa adanya bantuan atau pertolongan dari orang tua, atau pendidik. Dengan demikian di dalam pengertiannya tentang tujuan Allah, sangat diperlukan adanya bimbingan dari orang tua atau pendidik, dan dalam hal ini, orang tua atau pendidik merupakan pembimbing anak menuju pada tujuan ilahinya, dan tujuan Allah inilah yang juga menjadi tujuan di dalam pelayanan anak. Untuk mencapai tujuan ilahi inimaka dituntut pada kesalehan dari orang tua atau pendidik, sehingga mereka dapat menjadi alat Tuhan di dalam pelayanan anak ini.
Kristus sangat menyayangi anak-anak

Dengan mengetahui bahwa orang tua atau pendidik harus mempunyai kriteria sebagai orang yang saleh, hendaknya para orang tua memikirkan kembali siapa orang yang dipercaya untuk mendidik anak-anaknya tersebut, apakah hanya kepada mba’nya saja atau orang lain? Tentu saja bukan lagi pendidik atau pengasuh yang dari kepercayaan lain melainkan dari pengasuh yang telah dilahirbarukan, sehingga akan mempermudah orangtua di dalam mendidik anak-anaknya untuk semakin mengenal tujuan hidup si buah hati anda. Yang tentu saja peran aktif dari orang tua sangat menentukan tumbuh kembang anak sesuai dengan Firman Allah.

Pengasuh yang belum dilahirbarukan juga mempunyai pandangan atau cara berpikir yang sesuai dengan apa yang dipercayainya, sehingga jika hal ini terus-terusan terjadi maka sang anak juga akan terpengaruh dengan cara berpikirnya yang bukan Kristen.

Jadi jangan sia-siakan masa anak-anak anda dengan memberikan pengasuh yang belum lahir baru.

Sabtu, 04 Februari 2012

TEOLOGI DALAM ANUGERAH ALLAH

Teologi pada saat ini sedang mengalami krisis? Benarkah demikian?

Satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa semakin berkurangnya orang-orang yang terpanggil untuk  memikirkan tentang kehendak Allah di dalam konteks masa kini. Mengapa bisa demikian? Hal ini dapat dilihat dengan semakin berkurangnya tulisan yang membenturkan konteks atau kejadian-kejadian yang terjadi baru-baru ini dengan Alkitab. Kebanyakan dari lulusan sekolah teologi hanyalah memfokuskan diri dengan masalah-masalah kegerejaan, bagaimana menumbuhkan gereja, tetapi tanpa memikirkan bagaimana teologi yang seharusnya bisa menjawab tantangan dunia, sehingga benarlah bahwa pemikir-pemikir telah semakin berkurang.

Ditambah lagi dengan munculnya stigma bahwa seorang teolog akan semakin ateis dengan pemikirannya yang terlalu kritis (walaupun hal ini tidak benar), bahkan di dalam instansi pendidikan kristen atau seminari sekalipun, pemikiran ini semakin ditumbuh kembangkan, yang semakin membuat kritis dunia perteologian di Indonesia.

Ketakutan tentu saja ada dengan kenyataan yang demikian, tetapi sebagai orang yang mengenal Alkitab tentunya kita percaya bahwa Allah, hanya Allah sajalah yang tahu bagaimana kedepannya nanti, dan penulis juga sangat yakin bahwa Ia tidak akan lepas tangan terhadap gerejaNYA. Sebab seperti halnya pengetahuan Alkitab tentang hanya diberikan kepada merka yang dipanggilNYA sehingga dapat mengerti kebenaran Alkitab, demikian juga dengan para teolog, dimana Ia juga akan memanggil anak-anakNYA untuk kembali memikirkan kehendak Alah dengan dunia sekarang ini. kedaulatanNYA sajalah yang akan melahirkan pemikir-pemikir berlian demi kemuliaan NAMANYA saja.

Tetapi yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah, apa pentingnya seorang teolog itu?

Teolog sangat diperlukan oleh gereja bahkan negara, dan konteks yang lebih besar ialah dunia ini, kenapa? Hal ini tentu saja berkaitan dengan tugasnya untuk memikirkan apa yang Allah mau terhadap manusia pada saat ini, dimana keadaaan saat ini tentu saja membutuhkan pemikir yang berkarunia sehingga kekristenan dapat menghadapi perubahan zaman dengan segala aspeknya yang sangat besar kemungkinannya untuk menjerumuskan anak-anak Allah. Dengan perubahan yang terjadi di dalam dunia ini akan mendatangkan penyesat-penyesat, baik yang datang dari luar kekristenan maupun dari dalam kekristenan. Penyesat-penyesat ini tidak mudah dilihat dengan mata seorang yang tidak dikaruniakan Allah. Setelah dilihat oleh seorang teolog, kemudian teolog tersebut mulai memikirkan apa dan bagaimana tindakan yang harus diambilnya. 

Dengan demikian tugas seorang teolog  menjadi sangat besar. Dan mudah-mudahan saja orang yang membaca tulisan ini merupakan orang yang dipanggil Allah untuk memikirkan kehendakNYA terhadap dunia sekarang ini demi kemuliaan namaNYA. Are You Ready......

Kamis, 02 Februari 2012

TEOLOGI?



Dari pengalaman di dalam kehidupan ini, terdapat beberapa pertanyaan mengenai teologi, yang pertama, ialah mengenai dasar atau standar dari teologi itu sendiri, sehingga dengan dasar tersebut, akan menjauhkan setiap teolog dari perpecahan pemikiran di dalam berteologi? Dan yang kedua adalah mengenai perbedaan yang ada dalam berteologi, bahwa mengapa terjadi perbedaan, sedangkan sumber yang dipakai adalah sama, yaitu Alkitab, tetapi kenapa ada perbedaan? Yang ketiga, apakah dengan belajar teologi akan semakin menjauhkan diri dengan kehidupan spiritual?  Sebab dari ke hari yang menajadi ‘makanannya’ adalah dengan konsep-konsep teologi, pengetahuan umum dan berpikir logis, sehingga menjauhkan atau menyingkirkan spiritualitas? Apakah benar seperti itu?

Pertanyaan yang pertama, mengenai dasar atau standar didalam berteologi yang benar. Bagi orang Kristen, standar mutlak di dalam hidup adalah Alkitab, dimana di dalam Alkitab terdapat wahyu Allah, dan dengan wahyu tersebut Allah menyatakan diriNYA, menyatakan kehendakNYA, sehingga Ia dapat dikenali dan juga dapat memberikan pengetahuan tentang DiriNYA. Dengan demikian, Alkitab adalah standar kehidupan orang percaya, lalu apa hubungannya semuanya ini dengan berteologi? Tentu saja ada, sebab teologi merupakan bagian dari kehidupan orang Kristen, maka berteologi juga harus berdasarkan FirmanNYA, yang menjadi standar mutlak di dalam berteologi. 

Secara sadar atau tidak, teologi merupakan satu gaya hidup dari orang percaya, hal ini dapat nampak dari basbagai pertanyaan-pertanyaan kehidupan yang banyak bermunculan di dalam benak orang percaya, dimana orang percaya ingin mengetahuinya berdasarkan Firman Allah, atau apa yang dikatakan Alkitab mengenai hal ini atau apa yang dikatakan Alkitab mengenai hal itu, demikian seterusnya. Sebab di dalam berteologi, sumber utama yang dipakai adalah Alkitab. Dimana Alkitab digali untuk mendapatkan satu jawaban yang valid untuk satu pertanyaan yang mengganggu di pikiran (bukan berarti bahwa Alkitab dijadikan sebagai referensi atau penguat argumen manusia saja, tetapi Alkitab tetap berotoritas di dalam pemikiran orang percaya, bukan sebaliknya).

Menanggapi pertanyaan kedua, mengenai perbedaan yang terjadi di dalam berteologi. Dimana terdapat benyak kecenderungan yang terjadi di dalam berteologi, salah satunya dengan terjadi adalah perbedaan berpikir, yang menghasilkan konsep berteologi yang berbeda, sehingga terjadi konflik-konflik yang tidak perlu. Hal ini merupakan satu pembahasan yang sangat menarik di dalam berteologi, terutama berkaitan dengan maksud Allah di dalam pribadi demi pribadi yang tentu saja tidak sama satu dengan yang lainnya, sebab Allah tidk menciptakan robot-robot, yang mempunyai program yang sama satu dengan yang lainnya. Tetapi Allah menciptakan manusia menjadi manusia yang unik. Kata unik di sini jelas mempunyai arti bahwa terdapat perbedaan-perbedaan antara satu dengan yang lainnya, dimana keunikan inilah yang membuat satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan, demikian pula dalam cara berpikirnya. Selain itu, di dalam berteologi juga hendaknya dijauhkan dari sikan mengkopi atau menjiplak pemikiran orang lain, sehingga menghilangkan keaslian pemikiran dirinya sendiri, sebab berteologi adalah sebuah refleksi pribadi dengan Firman Allah. Adapaun nanti persamaan yang ada dapatlah dikatakan sebagai wahyu yang Allah berikan sehingga teologi atau hasil berteologi itu adalah suatu kebenaran mutlak, bukan lagi merupakan kebenaran personal. Jadi perbedaan berpikir akan selalu ada di dalam berteologi.

Sedangkan jika dengan berteologi akan menjauhkan diri dari hidup spiritual, atau mengalami kekeringan rohani. Saya berharap pertanyaan ini bukanlah muncul dari pemikiran yang idealis dari seorang yang baru tahu sedikit dari teologi. 

Tetapi pertanyaan pertanyaannya, apakah spiritualitas itu? bukanlah sesuatu yang mudah untuk menjelaskan tentang definisi spiritualitas ini dengan kata-kata yang final. Tetapi menurut penulis spiritualitas ini adalah keadaan kerohanian manusia (spirit = roh, dan akhiran -tas mengacu pada suatu keadaan). Sedangkan untuk mengukurnya sendiri, tidaklah segampang manusia memberikan penilian terhadap yang lain, sebab kerohanian, berurusan langsung dengan kedalaman jiwa manusia, dan yang hanya tahu adalah Sang Roh sendiri, yaitu Allah. Lalu apa hubungannya dengan teologi? tentu saja ada, sebab teologi di lakukan oleh manusia (teolog), sedangkan manusia itu sendiri terdiri dari tubuh dan jiwa (roh, penulis bukan berarti setuju dengan konsep dikotomi, tetapi penulis hanya sekedar membedakan pengertiannya secara terpisah), dimana keduanya menjadi satu kesatuan di dalam diri manusia.

Dengan demikian, seorang teolog tidak bisa berteologi jika tidak mempunyai spiritualitas, sebab bagaimana tubuh itu bekerja jika tidak ada roh di dalamnya? demikian juga dengan berteologi.

Ditambah lagi dengan mengetahui bahwa setiap pengetahuan yang di dapat seorang teolog adalah penyingkapan Allah saja, maka ‘kekeringan spiritualitas’ ini akan semakin kecil kemungkinannya.  Sebab pengetahuan tentang Allah hanyalah sebatas Ia menyingkapkan diriNYA, sehingga semua pengetahuan tersebut datang dari Allah.. Dengan demikian, maka pada dasarnya dengan berteologi, spiritulitas teolog tidak mengalami kekeringan, tetapi semakin mengagumi betapa besarnya Allah dan betapa besarnya tanggung jawab yang harus dipikul seorang teolog.