Kamis, 02 Februari 2012

TEOLOGI?



Dari pengalaman di dalam kehidupan ini, terdapat beberapa pertanyaan mengenai teologi, yang pertama, ialah mengenai dasar atau standar dari teologi itu sendiri, sehingga dengan dasar tersebut, akan menjauhkan setiap teolog dari perpecahan pemikiran di dalam berteologi? Dan yang kedua adalah mengenai perbedaan yang ada dalam berteologi, bahwa mengapa terjadi perbedaan, sedangkan sumber yang dipakai adalah sama, yaitu Alkitab, tetapi kenapa ada perbedaan? Yang ketiga, apakah dengan belajar teologi akan semakin menjauhkan diri dengan kehidupan spiritual?  Sebab dari ke hari yang menajadi ‘makanannya’ adalah dengan konsep-konsep teologi, pengetahuan umum dan berpikir logis, sehingga menjauhkan atau menyingkirkan spiritualitas? Apakah benar seperti itu?

Pertanyaan yang pertama, mengenai dasar atau standar didalam berteologi yang benar. Bagi orang Kristen, standar mutlak di dalam hidup adalah Alkitab, dimana di dalam Alkitab terdapat wahyu Allah, dan dengan wahyu tersebut Allah menyatakan diriNYA, menyatakan kehendakNYA, sehingga Ia dapat dikenali dan juga dapat memberikan pengetahuan tentang DiriNYA. Dengan demikian, Alkitab adalah standar kehidupan orang percaya, lalu apa hubungannya semuanya ini dengan berteologi? Tentu saja ada, sebab teologi merupakan bagian dari kehidupan orang Kristen, maka berteologi juga harus berdasarkan FirmanNYA, yang menjadi standar mutlak di dalam berteologi. 

Secara sadar atau tidak, teologi merupakan satu gaya hidup dari orang percaya, hal ini dapat nampak dari basbagai pertanyaan-pertanyaan kehidupan yang banyak bermunculan di dalam benak orang percaya, dimana orang percaya ingin mengetahuinya berdasarkan Firman Allah, atau apa yang dikatakan Alkitab mengenai hal ini atau apa yang dikatakan Alkitab mengenai hal itu, demikian seterusnya. Sebab di dalam berteologi, sumber utama yang dipakai adalah Alkitab. Dimana Alkitab digali untuk mendapatkan satu jawaban yang valid untuk satu pertanyaan yang mengganggu di pikiran (bukan berarti bahwa Alkitab dijadikan sebagai referensi atau penguat argumen manusia saja, tetapi Alkitab tetap berotoritas di dalam pemikiran orang percaya, bukan sebaliknya).

Menanggapi pertanyaan kedua, mengenai perbedaan yang terjadi di dalam berteologi. Dimana terdapat benyak kecenderungan yang terjadi di dalam berteologi, salah satunya dengan terjadi adalah perbedaan berpikir, yang menghasilkan konsep berteologi yang berbeda, sehingga terjadi konflik-konflik yang tidak perlu. Hal ini merupakan satu pembahasan yang sangat menarik di dalam berteologi, terutama berkaitan dengan maksud Allah di dalam pribadi demi pribadi yang tentu saja tidak sama satu dengan yang lainnya, sebab Allah tidk menciptakan robot-robot, yang mempunyai program yang sama satu dengan yang lainnya. Tetapi Allah menciptakan manusia menjadi manusia yang unik. Kata unik di sini jelas mempunyai arti bahwa terdapat perbedaan-perbedaan antara satu dengan yang lainnya, dimana keunikan inilah yang membuat satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan, demikian pula dalam cara berpikirnya. Selain itu, di dalam berteologi juga hendaknya dijauhkan dari sikan mengkopi atau menjiplak pemikiran orang lain, sehingga menghilangkan keaslian pemikiran dirinya sendiri, sebab berteologi adalah sebuah refleksi pribadi dengan Firman Allah. Adapaun nanti persamaan yang ada dapatlah dikatakan sebagai wahyu yang Allah berikan sehingga teologi atau hasil berteologi itu adalah suatu kebenaran mutlak, bukan lagi merupakan kebenaran personal. Jadi perbedaan berpikir akan selalu ada di dalam berteologi.

Sedangkan jika dengan berteologi akan menjauhkan diri dari hidup spiritual, atau mengalami kekeringan rohani. Saya berharap pertanyaan ini bukanlah muncul dari pemikiran yang idealis dari seorang yang baru tahu sedikit dari teologi. 

Tetapi pertanyaan pertanyaannya, apakah spiritualitas itu? bukanlah sesuatu yang mudah untuk menjelaskan tentang definisi spiritualitas ini dengan kata-kata yang final. Tetapi menurut penulis spiritualitas ini adalah keadaan kerohanian manusia (spirit = roh, dan akhiran -tas mengacu pada suatu keadaan). Sedangkan untuk mengukurnya sendiri, tidaklah segampang manusia memberikan penilian terhadap yang lain, sebab kerohanian, berurusan langsung dengan kedalaman jiwa manusia, dan yang hanya tahu adalah Sang Roh sendiri, yaitu Allah. Lalu apa hubungannya dengan teologi? tentu saja ada, sebab teologi di lakukan oleh manusia (teolog), sedangkan manusia itu sendiri terdiri dari tubuh dan jiwa (roh, penulis bukan berarti setuju dengan konsep dikotomi, tetapi penulis hanya sekedar membedakan pengertiannya secara terpisah), dimana keduanya menjadi satu kesatuan di dalam diri manusia.

Dengan demikian, seorang teolog tidak bisa berteologi jika tidak mempunyai spiritualitas, sebab bagaimana tubuh itu bekerja jika tidak ada roh di dalamnya? demikian juga dengan berteologi.

Ditambah lagi dengan mengetahui bahwa setiap pengetahuan yang di dapat seorang teolog adalah penyingkapan Allah saja, maka ‘kekeringan spiritualitas’ ini akan semakin kecil kemungkinannya.  Sebab pengetahuan tentang Allah hanyalah sebatas Ia menyingkapkan diriNYA, sehingga semua pengetahuan tersebut datang dari Allah.. Dengan demikian, maka pada dasarnya dengan berteologi, spiritulitas teolog tidak mengalami kekeringan, tetapi semakin mengagumi betapa besarnya Allah dan betapa besarnya tanggung jawab yang harus dipikul seorang teolog.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

masukan komentar anda di sini...